Gaya Hidup

Temukan Tujuan Hidup Anda: 3 Pertanyaan Filsafat Ajaib

Mencari tujuan hidup adalah perjalanan yang dialami banyak orang. Kita seringkali merasa berjalan tanpa arah, tanpa pemahaman yang jelas tentang mengapa kita ada di dunia ini. Sebuah studi dari The New York Times bahkan menunjukkan bahwa hanya 25 persen orang Amerika yang merasa memiliki tujuan hidup yang jelas.

Namun, menurut pembicara TEDx, When Tyler, menemukan tujuan hidup bukanlah sekadar menjawab pertanyaan “mengapa”. Lebih dari itu, perjalanan ini bermula dari pemahaman mendalam tentang “siapa” diri kita dan “untuk apa” kita hidup.

Siklus Tujuan Hidup yang Tak Memuaskan: Sebuah Perjalanan Berliku

Tyler mengidentifikasi siklus empat tahap yang menggambarkan perjalanan pencarian tujuan hidup yang seringkali tidak memuaskan. Siklus ini dimulai dengan transisi, sebuah periode perubahan signifikan dalam hidup yang dapat memicu kebingungan.

Transisi ini, seperti pernikahan, kelahiran anak, atau kehilangan orang terkasih, menuntun kita ke fase kebingungan. Kita mungkin merasa kehilangan arah, mempertanyakan identitas, dan meragukan langkah selanjutnya. Fase ini dapat berlangsung singkat atau bahkan sepanjang hidup.

Transisi: Titik Awal Perjalanan

Fase transisi ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup yang menggeser fondasi kehidupan kita. Perubahan-perubahan besar ini seringkali menjadi awal dari proses pencarian makna yang lebih dalam.

Kebingungan: Mencari Arah di Tengah Ketidakpastian

Setelah transisi, kita seringkali memasuki periode kebingungan dan ketidakpastian. Ini adalah fase di mana kita mempertanyakan arah hidup dan mencari jawaban atas pertanyaan eksistensial.

Kejelasan dan Momentum: Rasa Produktivitas yang Sementara

Setelah melalui kebingungan, kita mungkin mencapai fase kejelasan dan momentum. Kita menemukan pekerjaan yang memuaskan atau mencapai tujuan tertentu yang membuat kita merasa produktif. Namun, ini belum tentu menandakan kita telah menemukan tujuan hidup sejati.

Ketidakpuasan dan Kehampaan: Sebuah Panggilan untuk Memaknai Hidup

Bahkan di puncak kesuksesan, rasa hampa bisa muncul. Kita mungkin bertanya-tanya apakah semua pencapaian itu sepadan dan apakah ada makna yang lebih dalam dalam hidup ini. Ini adalah tanda bahwa kita perlu mencari tujuan hidup yang lebih sejati.

Tujuan Diciptakan atau Ditemukan? Sebuah Metafora Kursi

Tyler berpendapat bahwa tujuan hidup bukan sesuatu yang kita ciptakan sendiri, melainkan sesuatu yang sudah ada sebelum kita lahir. Ia menggunakan analogi kursi untuk menjelaskan hal ini.

Kita dapat menggunakan kursi dengan berbagai cara, tetapi apakah setiap penggunaan itu sesuai dengan tujuan penciptanya? Jika tidak, kita akan merasakan ketidaksesuaian dan frustasi. Begitu pula dengan hidup kita.

Dari “Mengapa” ke “Siapa” dan “Apa”: Menemukan Tujuan Melalui Pelayanan

Alih-alih fokus pada pertanyaan “mengapa saya di sini?”, Tyler menyarankan untuk beralih pada pertanyaan “siapa yang saya panggil untuk dilayani?” dan “masalah apa yang saya panggil untuk diselesaikan?”.

Dengan melayani orang lain, kita menemukan makna dan kebahagiaan. Layanan ini memicu pelepasan hormon kebahagiaan dalam otak, yang dikenal sebagai “helper’s high”. Selain itu, membantu orang lain sering kali berhubungan erat dengan pengalaman pribadi kita dan membantu penyelesaian luka masa lalu.

“Siapa yang saya panggil untuk dilayani?”

Pertanyaan ini menuntun kita untuk fokus pada orang-orang yang kita ingin bantu. Dengan melayani mereka, kita menemukan tujuan hidup yang bermakna.

“Masalah apa yang saya panggil untuk diselesaikan?”

Menentukan masalah yang ingin kita selesaikan akan membantu kita menentukan arah dan tujuan yang ingin dicapai. Ini juga akan menunjukkan potensi penghasilan dan dampak yang akan kita berikan.

“Bagaimana saya bisa menyelesaikannya?”

Setelah menentukan masalah, kita perlu mencari solusi yang paling efektif. Inilah ruang kreativitas kita untuk menemukan cara terbaik untuk memberikan dampak positif.

Rumus Tujuan Hidup dan Validasi: Mengukur Keberhasilan Perjalanan

Dengan menjawab tiga pertanyaan di atas, kita dapat merumuskan pernyataan tujuan hidup kita sendiri, misalnya: “Saya membantu (siapa) menyelesaikan (masalah) melalui (solusi).”

Setelah merumuskan tujuan, penting untuk memvalidasinya. Mengapa kita melakukan hal ini? Apakah karena ambisi, karena ingin membantu orang lain, atau karena panggilan yang lebih tinggi?

  • Kedamaian: Apakah kita merasa tenang dan damai dalam menjalani apa yang kita lakukan?
  • Gairah: Apakah kita menikmati pekerjaan atau kegiatan kita setiap hari?
  • Penghargaan Finansial: Apakah ada orang yang bersedia membayar atas solusi yang kita tawarkan?

Ketiga indikator ini dapat membantu kita menilai apakah kita telah menemukan dan menjalani tujuan hidup yang sejati. Jika ketiga hal tersebut terpenuhi, kemungkinan besar kita sedang berada di jalur yang tepat. Perjalanan menemukan tujuan hidup merupakan proses yang berkelanjutan, membutuhkan refleksi diri dan penyesuaian sepanjang waktu. Yang terpenting adalah terus mencari makna dan tujuan dalam setiap langkah perjalanan hidup kita.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button