Kasus Suap Harun Masiku: Hasto Kristiyanto Terancam 7 Tahun Penjara
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghadapi tuntutan tujuh tahun penjara dari Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tuntutan tersebut dibacakan pada Kamis, 3 Juli 2025, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Hasto dituduh terlibat dalam kasus dugaan suap politik dan perintangan penyidikan yang melibatkan Harun Masiku dan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Kasus ini telah menjadi sorotan publik dan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai peran politik dan transparansi dalam proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR.
Selain hukuman penjara, jaksa menuntut Hasto membayar denda Rp650 juta, atau hukuman tambahan enam bulan penjara jika denda tidak dibayar. Sidang ini dikawal ketat oleh aparat keamanan guna memastikan kelancaran proses persidangan.
Tuduhan Suap Terkait PAW Anggota DPR
Jaksa KPK mendakwa Hasto terlibat dalam skema suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui PAW. Dugaan keterlibatan Hasto mencakup kerjasama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan.
Suap sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) dimaksudkan untuk menggeser Riezky Aprilia, yang seharusnya berhak atas kursi DPR tersebut setelah wafatnya Nazarudin Kiemas. Meskipun permintaan PAW ditolak KPU, upaya politik dan lobi terhadap lembaga tinggi negara, termasuk Mahkamah Agung, tetap dilakukan.
Hasto diduga aktif memerintahkan Donny dan Saeful untuk menyusun strategi hukum dan komunikasi politik. Dakwaan ini didasarkan pada Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Perintangan Penyidikan (Obstruction of Justice)
Dakwaan kedua terhadap Hasto berkaitan dengan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menuduh Hasto memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menyembunyikan barang bukti berupa ponsel yang berisi komunikasi penting.
Bahkan, jaksa menyebut Hasto menginstruksikan agar ponsel tersebut dihancurkan atau dibuang ke laut. Tindakan ini dianggap sebagai upaya obstruction of justice, yang menghambat pengungkapan kasus dan menunjukkan perlindungan terhadap Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.
Atas tindakan ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perintah untuk menghancurkan barang bukti dianggap sebagai upaya serius untuk mengaburkan fakta dan menghambat proses hukum.
Dampak dan Implikasi Kasus
Kasus ini memiliki implikasi luas, terutama karena melibatkan figur politik penting dan berkaitan dengan buronan terkenal, Harun Masiku. Publik secara luas memperhatikan perkembangan kasus ini dan menanti keputusan pengadilan.
Proses persidangan Hasto Kristiyanto akan menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh penting. Keberhasilan pengungkapan kasus ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Keberadaan Harun Masiku yang masih buron juga menjadi sorotan penting. Ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk menangkapnya menimbulkan pertanyaan tentang efektifitas proses hukum dan penegakan hukum di Indonesia. Putusan pengadilan terhadap Hasto akan menjadi tonggak penting untuk mengukur kredibilitas sistem peradilan Indonesia dalam menghadapi kasus korupsi yang kompleks. Kasus ini diharapkan dapat memberikan pelajaran berharga untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.



