Terlalu Bergantung Orang Lain? Cegah Kesehatan Mentalmu Terganggu!

Pernahkah Anda merasa terlalu terikat pada seseorang? Seolah-olah hati Anda hidup di luar diri sendiri?
Kondisi ini, menurut Gayathri Arvind, advokat kesehatan mental, menggambarkan betapa cinta yang seharusnya menguatkan justru dapat membuat seseorang rapuh.
Kehilangan sedikit perhatian dari orang terkasih terasa seperti dunia runtuh. Diamnya menciptakan kepanikan, amarahnya menghancurkan hari.
Kita berhenti makan, pikiran kacau, emosi diombang-ambing suasana hati pasangan. Apakah cinta memang seharusnya seperti ini?
Cinta Sehat: Mencintai Tanpa Kehilangan Diri
Cinta yang sehat memungkinkan kita untuk mengatakan, “Aku mencintaimu, aku peduli, tapi aku tetap tahu siapa aku.”
Keterikatan dalam cinta sehat tidak menghilangkan identitas diri. Sayangnya, tidak semua orang tumbuh dalam lingkungan yang mencontohkan cinta seperti ini.
Banyak yang dibesarkan dengan cinta bersyarat; harus menjadi anak baik, penurut, dan diam. Ini membentuk persepsi cinta yang keliru.
Cinta diiringi rasa bersalah, keheningan, bahkan ancaman penarikan kasih sayang. Otak kita membentuk pola: cinta sama dengan kecemasan dan perjuangan.
Luka Masa Lalu, Harapan di Masa Kini
Gayathri menjelaskan, jika tumbuh tanpa cinta yang stabil, sistem saraf belajar bahwa begitulah seharusnya cinta.
Pola ini terbawa hingga dewasa, mempengaruhi hubungan kita saat ini. Saat seseorang memberi perhatian yang tak pernah kita rasakan sebelumnya, kita merasa hidup.
Ada rasa aman, dilihat, dan diterima. Namun, di sinilah jebakannya dimulai.
Luka lama berubah menjadi harapan baru: orang ini akan mengisi kekosongan. Harapan dari luka inilah yang menyebabkan keterikatan berlebihan.
Dari Keterikatan ke Ketergantungan Emosional
Awalnya, keterikatan tampak sebagai bentuk cinta. Namun, keterikatan berubah menjadi ketergantungan ketika rasa aman hanya ada saat orang itu hadir.
Suara mereka menentukan suasana hati. Kita mengecilkan diri, menekan kebutuhan pribadi, dan kehilangan jati diri.
Gayathri menggambarkannya sebagai bersandar terlalu keras pada seseorang; jika mereka menjauh, kita roboh.
Menyadari pola ini adalah langkah pertama menuju penyembuhan.
Ini bukan karena kita lemah atau sensitif. Ini adalah warisan emosi yang terbentuk sebelum kita mampu mengontrol hidup.
Kesadaran mengaktifkan korteks prefrontal, bagian otak yang membantu membuat pilihan sadar. Kita dapat membuat keputusan berbeda.
Ingatkan diri sendiri: Anda bisa memilih cara yang berbeda sekarang.
Jika kesadaran tak cukup, jangan ragu mencari bantuan profesional. Terapi, pekerjaan batin anak, atau penyembuhan sistem saraf dapat membantu.
Tujuannya adalah membawa Anda kembali pada diri sendiri, mencintai tanpa kehilangan jati diri. Ini proses yang mungkin membutuhkan waktu dan dukungan.
Mengubah pola keterikatan yang sudah melekat bukanlah kegagalan, melainkan proses menuju hubungan yang lebih sehat dan penuh kebahagiaan.