Kejagung Bantah Klaim Wilmar: Rp11,8 Miliar Bukan Dana Jaminan?

Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah klaim Wilmar Group terkait Rp11,8 triliun yang disita. Wilmar menyebut uang tersebut sebagai dana jaminan dalam kasus korupsi ekspor CPO. Kejagung menegaskan, dalam kasus korupsi, tidak dikenal istilah “dana jaminan”.
Uang tersebut, menurut Kejagung, merupakan barang bukti dan/atau uang pengganti kerugian negara. Penyitaan telah mendapat persetujuan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Bantahan Kejagung Atas Klaim Wilmar
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, secara tegas menyatakan tidak ada istilah dana jaminan dalam penanganan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
Proses hukum masih berlangsung. Oleh karena itu, uang tersebut disita sebagai barang bukti untuk dipertimbangkan dalam putusan pengadilan.
Kejagung telah mengajukan memori kasasi terkait penyitaan. Mereka optimistis kasasi tersebut akan dimenangkan.
Harli Siregar enggan berspekulasi mengenai nasib uang tersebut jika Mahkamah Agung menguatkan putusan sebelumnya. Fokus Kejagung saat ini adalah memenangkan kasasi.
Kronologi Penyitaan Rp11,8 Triliun
Penyitaan Rp11,8 triliun dilakukan terhadap lima terdakwa korporasi dalam Wilmar Group. Hal ini terkait kasus tindak pidana korupsi fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada tahun 2022.
Penetapan izin penyitaan dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juni 2025. Nomor penetapannya adalah 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst.
Wilmar Group, dalam siaran persnya, menyatakan uang tersebut merupakan dana jaminan atas permintaan Kejagung. Dana ini mewakili dugaan kerugian negara dan keuntungan ilegal yang diperoleh Wilmar.
Wilmar mengklaim telah menyetujui dan menempatkan dana jaminan tersebut sebagai bentuk kepercayaan terhadap sistem peradilan Indonesia dan bukti itikad baik. Mereka juga menegaskan ketidakbersalahan mereka.
Perbedaan Persepsi dan Jalan Hukum Selanjutnya
Terdapat perbedaan persepsi antara Kejagung dan Wilmar terkait status Rp11,8 triliun yang disita. Kejagung bersikeras uang tersebut adalah barang bukti dan/atau uang pengganti kerugian negara.
Wilmar, sebaliknya, menganggapnya sebagai dana jaminan yang disetorkan atas permintaan Kejagung. Perbedaan ini akan menjadi fokus dalam proses hukum selanjutnya.
Kasus ini akan terus berlanjut hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hasil putusan pengadilan nantinya akan menentukan nasib Rp11,8 triliun tersebut.
Kejelasan status hukum uang tersebut akan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Publik pun menantikan hasil akhir proses hukum ini.