Eks Pejabat Kominfo Terima Suap Rp1,3 Miliar: Skandal Besar Terungkap

Sidang kasus dugaan suap terkait penjagaan situs judi online kembali mengungkap fakta mengejutkan. Denden Imadudin Soleh, mantan Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), membongkar keterlibatannya dalam praktik tersebut, termasuk dugaan penerimaan uang suap dalam jumlah fantastis.
Kesaksian Denden di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 11 Juni 2025, mengungkap jejaring yang luas dan melibatkan beberapa nama pejabat Kominfo lainnya. Pengakuannya ini membuka misteri di balik operasi pengawasan situs judi online di Indonesia.
Awal Mula Keterlibatan dan Transaksi Miliaran Rupiah
Denden menjelaskan, kontak pertamanya adalah seorang yang mengenal diri sebagai Agus, yang kemudian diketahui bernama Muhrijan. Pertemuan awal terjadi di kantor Kominfo dan dilanjutkan di sebuah hotel di Sunter.
Dalam pertemuan tersebut, Muhrijan meminta sejumlah uang untuk “jaga-jaga” situs judi online. Denden mengaku memberikan uang tunai sebanyak Rp 400 juta di pertemuan pertama, kemudian Rp 1 miliar keesokan harinya.
Pergantian Tugas dan Lanjutan Praktik Penjagaan
Setelah dipindahkan ke Tim Penyidikan Kominfo pada Januari 2024, Denden mengklaim tak lagi terlibat. Namun, Muhrijan kembali menghubunginya, meminta agar praktik penjagaan dilanjutkan.
Muhrijan ingin mempertemukan Denden dengan Adhi Kismanto, seorang pejabat Kominfo, yang juga ingin melanjutkan praktik tersebut. Denden menyatakan bahwa pertemuan harus melalui “tim menteri”.
Pertemuan Tertutup dan Pembagian Dana
Pertemuan kemudian terjadi melibatkan Denden, penggantinya (Syamsul), Adhi Kismanto, Alwin (terdakwa), dan Muhrijan. Mereka sepakat melanjutkan praktik penjagaan.
Denden mengungkap bahwa Adhi dan Muhrijan mengatakan praktik ini sudah diketahui “orang di atas”, yang mereka maksud adalah menteri. Denden menerima Rp 600 ribu per domain per bulan, mencapai Rp 1,3 miliar di bulan Mei 2024.
Syamsul, rekan Denden, juga menerima bagian dari uang tersebut, yakni Rp 300 ribu per situs. Skema pembayaran ini berlangsung hingga September 2024, dengan jumlah bervariasi antara Rp 800 juta hingga Rp 1,3 miliar per bulan.
Frekuensi pembayaran bahkan meningkat menjadi dua minggu sekali di Juli dan seminggu sekali di Agustus, sebelum akhirnya dihentikan.
Nama-nama Pejabat Kominfo yang Terlibat
Denden menjelaskan bahwa beberapa nama lain dari internal Kominfo juga menerima alokasi uang ini. Di antaranya Syamsul, Riko, Abindra, dan Adhi. Sementara beberapa mantan rekan kerja seperti Fakhri, Yudha, dan Yoga, sudah tidak lagi menerima.
Denden menyatakan bahwa uang yang diterimanya dapat dianggap sebagai “uang diam”, karena pengetahuannya mengenai praktik tersebut. Hal ini menunjukkan sebuah sistem yang telah terstruktur dan terorganisir dengan baik.
Kesaksian Denden memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai praktik suap di Kominfo dan menunjukkan perlunya penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap seluruh jejaring yang terlibat. Pernyataan mengenai keterlibatan “orang di atas”, yaitu menteri, menjadi titik penting yang harus ditelusuri lebih mendalam oleh pihak berwenang.
Kasus ini juga mengungkap kerentanan sistem pengawasan di Kominfo dan menunjukkan perlunya reformasi yang komprehensif untuk mencegah terulangnya kasus sejenis di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam memperbaiki kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah.