Eks Pejabat MA Timbun Rp1 Triliun: Alasan Mengejutkan

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, menghadapi ancaman hukuman 20 tahun penjara. Namun, dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 10 Juni 2025, ia berdalih hanya lalai. Pernyataan ini disampaikan meskipun ia terbukti menimbun harta mencapai Rp 1 triliun, jauh melebihi yang dilaporkan ke KPK.
Zarof mengaku menyesal atas keadaannya. Ia kini terancam menghabiskan masa pensiun di penjara. Usianya yang telah 63 tahun, ditambah keinginannya untuk menikmati masa pensiun bersama keluarga, kini terganjal kasus ini.
Kasus Suap dan Vonis Bebas Ronald Tannur
Kasus yang menjerat Zarof bermula dari putusan bebas yang dijatuhkan PN Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur atas kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti. Kejanggalan dalam putusan ini menguak praktik suap dan transaksi haram.
Jaksa menduga adanya makelar kasus di balik vonis bebas tersebut. Selain hakim yang terlibat, pengacara dan bahkan ibu Ronald Tannur turut ditangkap. Nama Zarof Ricar kemudian mencuat sebagai aktor penting dalam kasus ini.
Profil Zarof Ricar: Dari Pejabat MA Hingga Tersangka Makelar Kasus
Zarof Ricar memiliki karier panjang di MA. Ia pernah menjabat Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA (eselon II a) periode 30 Agustus 2006 – 1 September 2014.
Kariernya terus menanjak. Pada Oktober 2014-Juli 2017, ia menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA RI (eselon II a). Sebelum pensiun pada 1 Februari 2022, Zarof menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA (eselon I a).
Julukan ‘makelar kasus’ melekat pada Zarof setelah ia terjerat kasus suap terkait putusan bebas Ronald Tannur. Ia ditangkap Kejagung di Jimbaran, Bali pada Oktober 2024.
Harta Kekayaan Fantastis dan Kejanggalan Laporan Harta Kekayaan
Penggeledahan rumah Zarof oleh Kejagung pada Oktober 2024 menemukan harta kekayaan yang mengejutkan. Jaksa menyita uang tunai Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg. Total nilai harta tersebut mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Temuan ini membuat tim penyidik terkejut. Jumlah harta yang ditemukan sangat besar dan tidak sesuai dengan laporan harta kekayaan Zarof ke KPK. Bahkan, menurut Jampidsus Febrie Adriansyah, ada anggota tim yang nyaris pingsan melihat banyaknya uang yang tergeletak di lantai.
Zarof hanya melaporkan satu kali penerimaan gratifikasi, yaitu karangan bunga senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putranya. Hal ini sangat kontras dengan harta kekayaannya yang mencapai lebih dari Rp 1 triliun selama periode 2012-2022.
Ketidaksesuaian antara harta kekayaan yang ditemukan dan laporan harta kekayaan Zarof kepada KPK menjadi salah satu poin penting dalam persidangan. Kasus ini mengungkap betapa besarnya jurang pemisah antara kekayaan yang dimiliki dengan apa yang dilaporkan oleh seorang pejabat negara.
Kasus Zarof Ricar menjadi pengingat penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan pejabat publik. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh rangkaian peristiwa dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.