Gen Z China: Burnout, Tikus Kantor, dan Perlawanan Mereka

Fenomena “manusia tikus” (老鼠人 – *lǎoshūrén*) tengah merebak di kalangan Gen Z China. Istilah ini menggambarkan gaya hidup pasif dan isolatif sebagai bentuk protes atas tekanan kerja yang ekstrem dan budaya *burnout* yang marak. Mahasiswi pascasarjana di King’s College London, Pu Yiqin, bahkan terang-terangan mengidentifikasi dirinya sebagai “manusia tikus”. Ia membagikan kesehariannya di platform media sosial Xiaohongshu, menjadi salah satu dari banyak Gen Z China yang ikut tren ini.
Fenomena ini menarik perhatian karena menggambarkan realita dampak tekanan kehidupan modern bagi kaum muda. Lebih dari sekadar tren, “manusia tikus” mencerminkan keprihatinan akan kesejahteraan mental generasi muda di tengah persaingan yang ketat.
Gaya Hidup “Manusia Tikus”: Rebahan dan Isolasi
“Manusia tikus” menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar. Bangun siang hari, mereka lebih memilih berbaring di tempat tidur, bermain gim, atau berselancar di media sosial.
Aktivitas lainnya meliputi menonton drama, berbaring di sofa, atau kembali tidur hingga sore hari. Konsumsi makanan seringkali dilakukan dengan pemesanan daring, dan beberapa bahkan hanya makan sekali sehari. Tidur larut malam merupakan hal yang lumrah.
Beberapa individu bahkan menghabiskan berhari-hari tanpa keluar rumah, hanya bangun untuk ke toilet atau makan, lalu kembali berbaring.
Media Sosial sebagai Jendela Fenomena “Manusia Tikus”
Xiaohongshu, platform media sosial populer di China, menjadi wadah bagi “manusia tikus” untuk berbagi kehidupan mereka. Video-video keseharian mereka menarik perhatian banyak pengguna, dengan beberapa video bahkan mendapatkan lebih dari 15.000 like.
Meskipun penggambaran kamar mereka seringkali terlihat estetis, konten yang mereka bagikan mencerminkan realita tekanan yang mereka alami.
Hal ini menunjukkan betapa media sosial berperan dalam menyebarkan dan memperkuat fenomena ini, sekaligus menjadi bukti nyata akan dampak tekanan psikologis yang dialami generasi muda.
Protes Terselubung Atas Burnout dan Persaingan Kerja
Di balik gaya hidup yang tampak unik, “manusia tikus” merupakan bentuk protes terhadap *burnout* dan persaingan kerja yang ketat di China. *Burnout* sendiri adalah kondisi kelelahan fisik dan mental akibat stres yang berkepanjangan dan tak terkelola.
Persaingan ketat di dunia kerja, terutama bagi lulusan baru, menyebabkan banyak Gen Z merasa terbebani dan tertekan. “Manusia tikus” menjadi cara mereka untuk mengekspresikan kelelahan dan frustrasi tersebut.
Mereka memilih untuk menarik diri dari tekanan sosial dan tuntutan kinerja, mencari pelarian dalam kesendirian dan aktivitas pasif. Fenomena ini menjadi cerminan ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan mental generasi muda.
Dampak Fenomena “Manusia Tikus”
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan kesehatan mental generasi muda di China. Isolasi diri yang berkepanjangan dapat memperburuk kondisi psikologis, bahkan berpotensi memicu masalah kesehatan mental yang lebih serius.
Pemerintah dan berbagai pihak perlu memperhatikan fenomena ini dan mencari solusi untuk mengurangi tekanan kerja yang dialami Gen Z. Program-program kesejahteraan mental dan perubahan budaya kerja yang lebih humanis mungkin perlu dipertimbangkan.
Pentingnya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan perlu lebih disosialisasikan. Generasi muda membutuhkan dukungan dan pemahaman untuk menghadapi tantangan dalam dunia kerja yang semakin kompetitif.
Sebagai penutup, fenomena “manusia tikus” bukan sekadar tren viral, melainkan sebuah cerminan yang mengkhawatirkan tentang kesehatan mental Gen Z di China, dan menunjukkan urgensi akan perhatian dan perubahan yang lebih komprehensif. Perlu upaya bersama untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung kesejahteraan generasi muda, agar mereka dapat berkembang tanpa terbebani tekanan berlebih.